Sejarah Persaudaraan Setia Hati Terate (PSHT)
Persaudaraan Setia Hati Terate (PSHT) : Sejarah PSHT Dari Masa ke Masa
Era Ki Ageng Ngabei Soerjodiwirjo
Namanya Muhamad Masdan. Lahir tahun 1876 di Surabaya, putra sulung Ki Ngabei Soeromihardjo. Sorang mantri cacar di daerah Ngimbang, Jombang. Dia bersepupu dengan RAA Soeronegoro (Bupati Kediri saat itu). Ki Ageng Ngabehi Soerodiwirdjo memiliki garis silsilah dengan Betoro Katong yang merupakan pendiri kabupaten Ponorogo, Jawa Timur.
Muhamad Masdan adalah peletak dasar pertama PSHT. Setelah beranjak dewasa, ia bernama Ki Ageng Ngabehi Soerodiwirjo. Warga PSHT biasa memanggilnya mbah Suro atau Eyang suro
Setelah menamatkan Sekolah Rakyat pada 1890, Ki Ageng Ngabehi Soerodiwirjo diasuh pamanya, Wedono di Wonokromo, Surabaya. Ia sempat mengenyam pendidikan di pondok pesantren Tebu Ireng Jombang. Dari sini, ia mulai mengasah bela diri pencak silat, sebelum pindah ke Parahiyangan, Bandung pada 1892. Di Parahiyangan, kemampuan bela dirinya semakin matang. Berbagai aliran pencak silat ia pelajari.
Sejak itu, Ki Ageng Ngabehi Soerodiwirjo berpindah-pindah ke berbagai tempat, seperti Jakarta, Lampung, Padang dan Aceh. Ia berguru dengan tokoh silat dan mendalami berbagai aliran pencak silat di setiap tempat yang ia singgahi, sebelum kembali ke Surabaya pada 1902.
Pada 1902 Ki Ageng Soerodiwirdjo bekerja di Kampung Tambak Gringsing, Surabaya sebagai anggota polisi berpangkat mayor polisi. Tahun 1903 ia mendirikan perkumpulan bernama ‘Sedulur Tunggal Kecer”. Sedangkan pencak silatnya bernama “Joyo Gendelo Tjipto Muljo”.
Pada 1917, Ki Ageng Ngabehi Soerodiwirjo mendirikan perguruan Persaudaraan Setia Hati (PSH) di desa Winongo, Madiun, Jawa Timur. ‘Sedulur Tunggal Kecer” diganti dengan “persaudaraan”. PSH bertujuan mengikat rasa persaudaraan antar warga PSH, sekaligus membentuk rasa nasionalisme yang saat itu Indonesia masih dijajah Belanda. Ki Ageng Ngabei Soerodiwirdjo wafat pada hari Jum`at, 10 Nopember 1944 dan di makamkan di desa Winongo, Madiun dalam usia 68 tahun.
Ki Hadjar Hardjo Oetomo adalah tokoh pergerakan kemerdekaan. Atas jasanya dalam pergerkan kemerdekaan itu, Negara menganugerahkannya sebagai pahlawan perintis kemerdekaan.
Diperkirakan, penambahan nama “Terate” dimaksudkan agar PSHT dapat dipelajari oleh semua golongan masyarakat. Mengingat, di era Ki Ageng Ngabei Soerodiwirdjo, PSHT hanya diajarkan untuk kalangan bangsawan. Sesuai maknanya, terdapat 3 bentuk bunga terate, yaitu kuncup, setengah mekar dan mekar. Semua golongan masyarakat dapat belajar pencak silat PSHT.
Sebelum PSHT terbentuk, Ki Hadjar Hardjo Oetomo mendirikan Setia Hati Pemuda Sport Club (SH PSC). Pemerintah Belanda saat itu mencurigai, organisasi PSHT digunakan sebagai tempat latihan pencak silat dan melakukan pergerakan perlawanan terhadap kolonial Belanda. Tindakan Ki Hadjar Hardjo Oetomo itu menghantarkan dia dalam pembuangan ke Jember, Cipinang dan Padangpanjang. Ki Hadjar Hardjo Oetomo meninggal dunia pada tahun 1952 di desa Pilangbango, Madiun.
Era RM. Soetomo Mangkoedjojo
Soetomo Mangkoedjojo adalah seorang pegawai bank. Ia merupakan salah seorang murid Ki Hadjar Hardjo Oetomo Pada 1942, ia mengusulkan mengganti nama SH PSC sebagai perguruan menjadi Setia Hati Terate sebagai organisasi persaudaraan. Perubahan nama itu disepakati dalam kongres pertama tahun 1948 menjadi Persaudaraan Setia Hati Terate.
Setelah RM. Soetomo Mangkoedjojo dipindah tugaskan ke Surabaya, Ketua PSHT digantikan M. Irsad. Dalam perjalanannya, PSHT semakin berkembang di bawah kepemimpinan M. Irsad yang juga murid Ki Hadjar Hardjo Oetomo. Sejak itu, PSHT memiliki tambahan materi latihan, yaitu 90 senam, sebagian jurus, jurus belati dan jurus toya.
Karena alasan M. Irsad pindah pindah ke Bandung, kepemimpinan PSHT diembankan kepada Santoso Kartoatmodjo. Tahun 1960, terjadi pergolakan di Madiun dan jabatan Ketua dikembalikan kepada RM. Soetomo Mangkoedjojo sampai 1974. Sejak itu, PSHT mulai berkembang di beberapa daerah, seperti Magetan, Surabaya, Mojokerto, Yogyakarta, dan Solo.
Era RM. Imam Koesoepangat dan Tarmadji Boedi Harsono, SE
Pada 1974, PSHT menyelenggarakan kongres di Madiun dan memilih RM. Imam Koesoepangat sebagai Ketua Pusat PSHT. Ia juga dikenal dengan sebutan Penditho Wesi Kuning. Salah satu ajarannya yang cukup populer adalah “Sepiro gedhening sengsoro yen tinompo amung dadi cobo”. Artinya, “Seberapapun besarnya kesengsaraan, jika diterima (dengan ikhlas), semuanya hanya cobaan” RM. Imam Koesoepangat yang sangat menghormati ibunya adalah putra ketiga dari lima bersaudara. Lahir dari pasangan Raden Ayu Koesmiyatoen dengan RM Ambar Koessensi tahun1938 di Madiun. Kakeknya Kanjeng Pangeran Ronggo Ario Koesnoningrat adalah bupati Madiun VI.
Di bawah kepemimpinan RM. Imam Koesoepangat, PSHT sebagai perguruan pencak silat yang disegani sejak itu.
PSHT semakin pesat berkembang setalah Tarmidji Boedi Harsono, SE dipilih sebagai Ketua pada 1981. RM. Imam Koesoepangat dan Tarmidji Boedi Harsono, SE merupakan dua serangkai yang membesarkan PSHT hingga memiliki warga sebanyak belasan juta di seluruh dunia. Tahun 1982, PSHT mendirikan Yayasan Setia Hati Terate untuk mengelola kekayaan PSHT.
Komentar
Posting Komentar